EKSISTENSIALISME MOHAMMAD IQBAL DAN SOREN AABYE KIERKEGAARD (DIALOG PEMIKIRAN TIMUR DAN BARAT)

Rodliyah Khuzai, Syarah Siti Burdah, Nilu Yuspasari, Maftuh Supriadi

Abstract


Pemiskinan dimensi filosofis sedang terjadi di negeri ini. Ketika ruang
publik direduksi menjadi pasar, ketika tekanan orientasi kebanyakan orang pada
hasil, maka ekonomi menjadi perhatian utama, kehidupan bukan lagi diorientasikan
untuk mengabdikan diri, menjamin kebebasan setiap individu serta keadilan.
Mohammad Iqbal dan Soren Aabye Kierkegaard menawarkan solusi cerdas dalam
mengatasi persoalan tersebut melalui pemikiran-pemikirannya, keduanya adalah
dua tokoh besar pemikir eksistensialis yang berpengaruh di Barat maupun Timur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) latar belakang sosial-politik dan
intelektual lingkungan dan masyarakat banyak mempengaruhi konstruksi
eksistensialisme Mohammad Iqbal adapun Soren Aabye Kierkegaard lebih banyak
dipengaruhi oleh kondisi internal keluarga dan kehidupannya; (2) konstruksi
eksistensialisme Mohammad Iqbal adalah takdir, ijtihad, dan konsep diri,
sedangkan Soren Aabye Kierkegaard adalah estetika, etika, dan religius; (3)
persamaan konstruksi eksistensialisme Mohammad Iqbal dan Soren Aabye
Kierkegaard terletak pada kesamaannya melakukan kritik terhadap pemikiran yang
menafikan individualitas manusia, Iqbal melakukan kritik terhadap idealisme Plato,
sedangkan Kierkegaard melakukan kritik terhadap idealisme Hegel, kesamaan
lainnya yaitu menekankan pentingnya individualitas manusia yang menunjukkan
eksistensi manusia yang sejati, mendasarkan pemikiran eksistesialisme mereka
dengan Eksistensi (keberadaan dan kehadiran) Tuhan; (4) relevansi
eksistensialisme kedua tokoh ini dengan studi Islam adalah menyadarkan akan jati
diri manusia yang sangat mulia dan perlu dipertahankan sehingga tidak terjebak
pada materialisme dan pemiskinan moral.


Keywords


Eksistensialisme dan Perubahan

Full Text:

PDF

References


Abudin Nata (2000) . Metodologi Studi Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada, Cet.V

Ahmad Syafi’i Maarif, (1983) “Iqbal: Dekrit Tuhan dan Jawaban Manusia†dalam

Ahmad Syafi’i Maarif dan Mohammad Diponegoro (ed.), Percik-percik

Pemikiran Iqbal.Yogyakarta: Shalahuddin Press, Cet. I

Alasdair Mecyntere, (1967) Existensialism in Paul Edward. Encyclopedia of

Philosophy, Vo. II

Andy Dermawan, (2005) . Ibda Bi Nafsika . Yogyakarta: Tiara Wacana, Cet. I.

Frederick S.J. Copleston, (1963) .A History of Philosophy. VII London: Search Press.

Fuad Hassan, (1992) Berkenalan dengan Eksistensialisme. Jakarta: Pustaka Jaya,

H.A. Mukti Ali, (1990). Ijtihad dalam Pandangan Muhammad Abduh, Ahmad Dahlan,

dan Muhammad Iqbal. Jakarta: Bulan Bintang.

Mohammad Iqbal,(1962) The Recontruction of Religious Thought in Islam. London:

Oxford University,

_____, Asrar-i khudi, tt.terj.Bahrum Rangkuti. Jakarta: Bulan Bintang,

.(1982)Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam terj. Ali Audahdkk. Jakarta:

Tintamas,

Muhammad Chirzin, (2004). Konsep dan Hikmah Akidah Islam, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, Cet. I.

N. S. J.Drijarkara, ,(1989) .Percikan Filsafat. Jakarta: Pembangunan.

Rodliyah Khuza’i, (2007), Dialog Epistemologi Mohammad Iqbal dan Charles S.

Peirce .Cet. I, Bandung: Refika

Zubaidi, dkk, (2007). Filsafat Barat: Dari Logika Baru Rene Descartes hingga Revolusi

Sains ala Thomas Khun, Cet. I, Jogjakarta: Ar-Ruz Media